Kondisi Ekonomi Indonesia, Aleg PKS: Pertumbuhan dan Kualitas Harus Berjalan Beriringan

Jakarta (09/02) — BPS merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 mencapai 5,3 persen (yoy). Berbagai komentar pun muncul, ada yang mengapresiasi dan ada pula yang menilai pencapaian tersebut masih rendah. Mengingat, Vietnam dan Filipina masing-masing dapat tumbuh 8,02 persen dan 7,60 persen, atau di atas capaian Indonesia.
Anggota Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam, menilai angka pertumbuhan ekonomi Indonesia belum dibarengi dengan kualitas yang memadai. Indikator seperti kemiskinan dan pengangguran menunjukkan hal ini.
Berdasarkan rilis (BPS), jumlah penduduk miskin justru meningkat pada September 2022 menjadi 26,36 juta orang, atau naik sekitar 200 ribu orang dibandingkan Maret 2022.
“Kenaikan penduduk miskin bahkan terjadi baik di perkotaan maupun di perdesaan. Secara persentase, penduduk miskin di Indonesia mencapai 9,57 persen. Tentu, kondisi ini semakin jauh dari target RPJMN 2020-2024 sebesar 7 persen,” ungkapnya.
Ecky menjelaskan, selain angka penduduk miskin, kita juga bisa melihat perkembangan sektor ketenagakerjaan. Tidak jauh berbeda dengan kemiskinan, sektor ketenagakerjaan juga belum jua membaik.
Ecky mengutip data BPS dimana sebelum pandemi, jumlah pengangguran terbuka mencapai 6,93 juta (Februari 2020). Angka tersebut mencakup 4,94 persen dari jumlah tenaga kerja.
Selang beberapa waktu, jumlah pengangguran terbuka melonjak cukup besar hampir 1,5 juta.
“Kalau kita lihat, jumlah pengangguran sebelum pandemi mencapai 6,93 juta jiwa dan kemudian naik menjadi 8,42 juta jiwa pada Agustus 2022. Nah, ini kan menjadi pertanyaan bagi kita semua, bagaimana mungkin pertumbuhan dapat dikatakan berkualitas jika pada saat yang bersamaan kemiskinan dan pengangguran terus naik”, jelas Ecky.
“Ke depan, kita perlu membangun narasi-narasi yang fokus kualitas pertumbuhan.” tutup Ecky.

